Ketika Hujan Lebih Jujur Mengatakan Rindu

Sabtu, 01 Oktober 2016

Malam Beku

Angin mendesau di pucuk cemara
Lalu baris hujan menjatuhkan diri
Rungkau di wajahnya pasi

Cemara yang menjulang itu tinggal batang
Daunnya kikis di senja sore lalu
Dan kini malam tengah mengutuk
Mambruk yang terkapar tergenang

Hujan ini beku
Malam ini pun beku
Siluet sore lalu hilang tanpa arti
Tak ada ganti

Sama saja
Ruah air
Ruak alir

Lalu wajah menengadah
menikmati peluhnya langit malam itu

Rabu, 26 November 2014

Jika kau dan dia
Adalah dua kutub yang terpisah
Yang tak mungkin disatukan kecuali akan menghancurkan dunia
Maka lepaskan
Dan letakkan hatimu pada tempat yang semestinya
Genggam dada
Redam rindu
Tersenyumlah seolah luka itu tak pernah ada

Kamis, 18 September 2014

Lalu hujan pun jadi tak punya kata. Hanya berbisik lirih seolah tak ingin menyakiti. Mengusap lembut sang rindu. Membuat setiap air matanya tersamarkan.


Hujan ingin dia bertahan..
Bukan untuk menunggu, tapi untuk menyembuhkan luka

Jumat, 22 Agustus 2014


Jika saja cinta memiliki kesempatan untuk memilih sebelum ia ditiupkan kepada seseorang.. mungkin aku tak kan sesakit ini. cintaku tak kan bertiup pada dia. Seseorang yang membuat rinduku terkapar. Yang khusyuk berdiam tanpa pernah mampu ku ucapkan salam pada hatinya.

Ini memang bukanlah sakit yang pertama. Tapi salahkah jika perihnya meluruhkan air mata?

Kamis, 21 Agustus 2014

Hanya sebuah nama...

Tak lebih dari sesuatu untuk menerka
Membaca rindunya hujan
Gemercik yang jatuh di pesakitan
       Entah mengapa hujan selalu lebih jujur mengungkapkan rindu, padahal tak ada yang menyambut kedatangannya, tak ada yang mengenang sejuknya melainkan rintihan. Dan dingin.
Aku.. kau.. hujan.. dan rindu. Bukankah semua memiliki nada yang sama? Irama yang disembunyikan di saku langit. Untuk terus menjadi tanda tanya.
Retorika kita.


* Terkadang... hidup memiliki caranya sendiri untuk membuat kita mengerti

Rabu, 20 Agustus 2014

Pada sebuah nama. Pada cerita. Ku ingin mengingatmu lebih lama. Menyusuri lorong masa dimana kita pernah ada. meresapi birunya langit, jingga senja, dan keramahan hujan saat menyapa kita. Saat itu tak ada duka yang melintas. Sebab kau selalu berkata.. "ku jaga.. ku jaga kau dari air mata"

Lalu kita mainkan opera cinta dan perjalanan menuju surga. Di mana doa menjadi senandung terindah. Kekasih terhangat, yang tak ingin tertukar dengan apapun. Hanya cinta-Nya. Dan kekasih surga

Jumat, 15 Agustus 2014


Apa malam juga membuatmu enggan tertidur, meski hujan menimangmu dengan ribuan tiup rindu. Apa masih kau lihat bayang itu sebagai peristiwa yang kau kenang dalam hatimu. Apa masih kau ingat, wajah bidadari pagi yang menunggu kereta.puisi-puisi. Melodi hujan. Dan syair sepi. Mungkin kau akan menghela nafas, sembari menikmati senyap malam. Dan ketika itu kau akan mengerti bahasa hujan.

* hujan masih memainkan melodi yang sama,tiup yang serupa..
Senja